ASAL USUL NAMA DAN SEJARAH KOTA TEGAL
ASAL USUL NAMA DAN SEJARAH KOTA TEGAL
Cultural heritage dan living
cultural yang tersisa dan hidup di kawasan tersebut adalah suatu bukti
adanya kekayaan sejarah sebuah kota atau kawasan. Keduanya merupakan
warisan peradaban umat manusia.
Demikian halnya dengan Kabupaten
Tegal, Wilayah yang kaya akan jejak peninggalan kesejarahan sebagai
penanda bahwa Kabupaten Tegal sebagai tlatah kawasan tak dapat
dilepaskan dari keterkaitan garis sejarah hingga membentuk kawasan
sekarang ini.
Kota Tegal merupakan penjelmaan dari sebuah desa yang bernama “Teteguall”
yang pada tahun 1530 telah nampak kemajuannya dan termasuk wilayah
Kabupaten Pemalang yang mengakui Trah (Kerajaan) Pajang. Ada beberapa
sumber mengatakan sebutan teteguall diberikan seorang pedagang asal
Portugis yaitu Tome Pires yang singgah di Pelabuhan Tegal pada tahun
1500 –an (Suputro, 1955) yang memiliki arti tanah subur yang mampu
menghasilkan tanaman pertanian (Depdikbud Kabupaten Tegal, 1984).
Secara historis dijelaskan bahwa eksistensi sejarah tlatah Kota Tegal tidak lepas dari ketokohan Ki Gede Sebayu.
Namanya dikaitkan dengan trah Majapahit, karena sang ayah Ki Gede Tepus
Rumput (kelak bernama Pangeran Onje) ialah keturunan Batara Katong
Adipati Ponorogo yang masih punya kaitan dengan keturunan dinasti
Majapahit .
Penekanan pada bidang pertanian, tak
dapat dilepaskan dari kondisi wilayah dan akar kesejarahan tlatah
Kabupaten Tegal yang mengembangkan kapasitasnya selaku wilayah agraris.
Tradisi keagrarisan dimulai dari ketokoan Ki Gede Sebayu juru demung trah Pajang. Bangsawan ini (Ki Gede Sebayu)
adalah saudara dari Raden Benowo. Bahkan kalau dirunut keagrarisan itu
dimulai semenjak Mataram Kuno. Selain berhasil memajukan pertanian,
beliau juga merupakan ahli agama yang telah membimbing warga masyarakat
dalam menanamkan rasa keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas
keberhasilan usahanya memajukan pertanian dan membimbing warga
masyarakat dalam menanamkan rasa keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
beliau diangkat menjadi pemimpin dan panutan warga masyarakat.
Ki Gede Sebayu, yang masih
keturunan trah Majapahit. Beliau memilih diam cegah dhahar lawan guling,
karena prihatin. Bahkan pada saat suasana makin kacau karena perang
saudara, Ki Ageng Ngunut (kakek Sebayu) mendesak Sebayu agar
menyelamatkan Kerajaan Pajang. Namun, Sebayu menolak. Karena tidak
merasa tega melihat penderitaan manusia akibat perebutan kekuasaan antar
keluarga itu tidak kunjung reda. Beliau melepas atribut
kebangsawanannya dan mengembara mencari hakekat hidup. Sampailah dia di
sebuah daerah penuh ilalang, padang rumput luas dengan sungai yang
dialiri air yang bening sampai muara laut. Sungai itu adalah sungai Gung
(Kali Gung).Sungai ini dinamakan Kali Gung sebab bersinggungan dengan mata air yang berasal dari Gunung Agung yakni sebuah nama kuno dari Gunung Slamet dan bermuara ke utara hingga laut jawa.
B eliau terperangah melihat hamparan
padang rumput luas yang nyaris tak berpenghuni itu. Ditengah- tengah
hamparan padang rumput luas itu, ki gede Sebayu temukan Persinggahan
disana hanya ada beberapa bangunan semipermanen yang dihuni sejumlah
santri dan sebuah makam keramat.
Makam tersebut adalah tempat jenazah Sunan Panggung atau Mbah Panggung dikebumikan (sekarang bernama Desa Panggung).
Mbah Panggung yang bernama asli As sayid al habib Abdurrohman as segaf
putra dari Sunan Drajat dan Dewi Condrowati yang merupakan adik dari
Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang).
Terbersitlah di benak Sebayu untuk
mengajari warga pesisir itu bercocok tanam. Dia merasa menemukan
persinggahan yang menjanjikan, sehingga menghentikan pengembaraannya.
Diajaknya warga setempat membabat alang-alang agar jadi tegalan. Selain
itu, dia juga membuat bendungan di hulu sungai daerah Danawarih untuk
dijadikan sumber air irigasi. Kesaksian ini diperkuat denga ditemukannya
artefak kuno dan candi di desa Pedagangan. Ditambah tlatah Tegal
kerapkali dikaitkan dengan kerajaan Pajang dan Mataram Islam yang
cenderung kekuasaan dengan basis pada agraris ( De Graaf, 1986).
Sementara itu, setelah perang
panjang antar saudara mulai dingin Pangeran Benowo diangkat menjadi raja
Pajang. Dia membutuhkan sepupunya. Sebayu, untuk menjadi patih. Dia pun
mengutus sejumlah prajurit untuk mencari Sebayu. Di Desa Teteguall,
tempat Sebayu bermukim, sepupu Benowo itu ditemukan. Namun, karena
Sebayu tidak mungkin meninggalkan rakyat Teteguall, karena alasan
tersebut Pangeran Benowo melantik dia menjadi juru demang atau sesepuh
Desa Teteguall. Anugerah sebagai sesepuh desa diberikan pada malam Jumat
Kliwon, 15 Sapar Tahun 988 Hijriah, atau tahun 588 EHE. Waktu itu
bertepatan dengan 12 April 1580 Masehi.
Pengangkatan Ki Gede Sebayu menjadi Pemimpin pertama Tegal
dilaksanakan pada perayaan tradisional setelah menikmati hasil panen
padi dan hasil pertanian lainnya. Dalam perayaan juga dikembangkan
ajaran dan budaya agama islam yang hingga sekarang masih berpengaruh
pada kehidupan masyarakat. Hari, tanggal dan tahun Ki Gede Sebayu
diangkat menjadi Juru Demung (Bupati) itu ditetapkan sebagai hari jadi Kota Tegal dengan peraturan Daerah No.5 tahun 1988 tanggal 28 Juli 1988
Tidak ada komentar:
Posting Komentar